Kamis, 25 September 2014

Koleksi Foto nagari mandeh




View dari pulau setan kecil


Desa Kapo-Kapo









Air laut yang sedang surut
Nelayan yang bersahabat dngan para turis yang datang

Sabtu, 31 Mei 2014

Mandeh dan Kawasannya

Kawasan Mandeh begitulah orang menyebutnya, tapi apakah mereka tau dimana mandeh itu sebenarnya, mungkin banyak orang mendengar nama Mandeh tapi tak banyak yang mengetahui potensinya selain mandeh juga ada kampung lain disekitar kawasan mandeh diantara nya

1.Sei Nyalo
 Berjarak sekitar 6 Km dari mandeh nagari ini memiliki potensi yang luar biasa, mulai dari pantai putih yang menghampar sepanjang 2 Km dan juga memiliki tempat pemandian yang biasa disebut "Puti andam dewi" berlokasi di kampung mudiak aie.

Nagari sei Nyalo juga terdapat sekolah dan merupakan satu-satunya SMP yang ada di nagari tersebut murid yang belajar disekolah itu berasal dari tiga nagari yaitu mandeh, sei nyalo dan kapo-kapo. untuk para siswa yang berasal dari luar sungai nyalo mereka menggunakan kapal untuk sampai ketempat mereka menuntut ilmu.



SMPN 6


2.Kapo-kapo
 Kapo-kapo terletak di pulau cubadak dan berhadapan langsung dengan Pulau marak, masyarakat disini kebanyakan bekerja sebagai Nelayan, penduduknya mayoritas berasal dari luar daerah, seperti dari Padang dan juga terdapat pendududk sei nylao yang pindah kesini.
Kapo-kapo juga memiliki pantai yang bagus tetapi hanya segelintir orang yang mengetahuinya

 Desa nelayan ini hanya memiki penduduk sekita 70 KK, dan untuk mecapai kesini memerlukan waktu sekitar 45 menit dari pelabuhan cerocok.

3.Sei Pinang
Dengan adanya  Home Stay Ricky's Beach House, sungai pinang sedikit lebih maju dibandingkan dengan nagari lainnya yang ada dikawasan mandeh, sungai pinang hanya berjarak 9 Km dari bungus dan ini membuat banyak wisatawan lebih memilih datang kesana, tapi kebanyakan wisatawan yang datang kesana banyak berasal dari luar negeri.
Berebeda dengan nagari lainnya kawasan sungai pinang memiliki pantai yang berombak sehingga cocok dijadikan sebagai tempat surfing







Kamis, 22 Mei 2014

The real Paradise From west

Nagari mandeh Yang dianugerahi oleh tuhan dengan pesona alam yang luar biasa, tersembunyi dari keramaian bukan berarti sunyi karena disini di mandeh, ramai oleh riak pelan ombak dan suara angin yang mengalun lembut seakan-akan membawa kita kesurga yang sebenarnya, tidak berlebihan jika saya katakan demikian. "Paradise From west" Dunia yang berkata demikian bukan saya, tidaklah heran kalau sekarang banyak yang berbondong-bondong datang dan menginvestasikan uangnya di nagari yang dijuluki Surga dari barat ini.


Laut Biru yang bermandikan cahaya matahari

Spot snorkling terbaik dikelasnya kaya iklan motor ya...! hahahaha
bagi yang belum pernah coba snorkling diamandeh pasti akan penasaran soalnya salinitas air laut yang bagus dimandeh sangat bebeda dengan tempat lainnya didunia ini.

This is it sunset Kualitas nomor wahid. liat aja lautnya yang seakan akan bernyanyi menyambut malam.

Sunrise or sunset,....? cari tahu jawabannya sendiri







Gudangnya para pembuat kapal handal.,






Rumah bagi ribuan tanaman unik, salah satunya Napenthes sp


















Salah satu spot terbaik yang ada di kawasan mandeh






































Selasa, 06 Mei 2014

Boelongan Di Teluk Nagari Mandeh.

Seorang penyelam, Sabtu (29/12/2012), berupaya mendokumentasikan salah satu sisi bangkai kapal yang diduga kuat sebagai Boelongan pada kedalaman sekitar 20 meter di perairan Nagari Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.



Rabu, 28 Januari 1942, lepas waktu dzuhur di Nagari Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Anas Malin Randah yang ketika itu berusia remaja tengah bersantai di pondok perladangan di atas kawasan perbukitan.
Ayahnya masih menanam padi di ladang saat satu skuadron pesawat tempur Jepang seperti meraung-raung di atas kepalanya. ”Jumlahnya 12 pesawat,” kata Anas, yang kini berusia 83 tahun, pekan lalu. Tak lama berselang, bunyi bom bersahutan seperti hendak memecah gendang telinganya. Anas beserta tiga kakak dan seorang adiknya bergegas menuju ke goa batu untuk berlindung.
Anas masih mampu merekam jalannya serangan. Pesawat tempur Jepang itu membombardir kapal Belanda, yang diduga sebagai Boelongan. Serangan berlangsung sekitar tiga jam hingga sore menjelang. Delapan pesawat tempur baru menggantikan peran 12 pesawat sebelumnya. Serangan ditutup oleh enam pesawat berikutnya.
Kapal Boelongan tenggelam setelah dibom pada bagian haluan, buritan, dan persis di cerobong asapnya. Anas pun melihat sejumlah awak Boelongan yang meninggalkan kapal dengan sekoci.
”Orang Belanda itu kabur,” ujar Anas. Boelongan tenggelam dengan posisi mendatar. Seluruh badannya rusak parah.
Saat dibom, Boelongan pada posisi terbuka di Teluk Mandeh, yang jaraknya sekitar 200 meter dari daratan terdekat dan sekitar 70 kilometer dari Kota Padang. Kawasan ini merupakan salah satu rute pelayaran pantai barat Sumatera yang sangat ramai pada masa silam.
Anas ingat Boelongan berada di kawasan itu sejak sekitar sepekan sebelumnya. Boelongan mula-mula masuk dari pintu muara di Nagari Sungai Nyalo Mudik Aie yang bertetangga dengan Teluk Mandeh. Lalu, Boelongan berlindung di Teluk Dalam di antara Pulau Cubadak dan Pulau Taraju yang masih di kawasan perairan Mandeh.
Saat bersamaan, sekitar 350 km dari Teluk Mandeh, Jatar (87) tengah mengadu nasib di Aie Bangis, Kabupaten Pasaman Barat, Sumbar. Jatar yang juga berasal dari Nagari Mandeh memutuskan pulang setelah tahu pengeboman itu. Beberapa bulan kemudian, Jepang mencari pemuda di nagari itu. ”Sebagian dipekerjakan untuk membuat kapal di Nagari Sungai Pinang, Pesisir Selatan, dan sebagian dikirim ke Logas, Kabupaten Sijunjung, Sumbar,” paparnya.
Pengiriman ke Logas terkait kerja paksa membangun jaringan rel kereta api. Itu berhubungan dengan rencana pengangkutan batubara dari Ombilin, Sawahlunto ke Logas, sebelum dilanjutkan menuju Riau.
Ujung pelarian
Kisah Boelongan yang dimiliki Koninklijke Paketvaart-Maatschappij tak bisa dipisahkan dengan tenggelamnya kapal Van Imhoff II di sebelah barat Kepulauan Nias, Sumatera Utara, setelah dibom Jepang pada 19 Januari 1942. Kapal itu membawa 400 tawanan asal Jerman.
Horst H Geerken dalam buku berjudul A Magic Gecko: Peran CIA di Balik Jatuhnya Soekarno (2011) menjelaskan, pada 20 Januari 1942, Boelongan terlihat di lokasi tenggelamnya Van Imhoff II. Namun, karena yang tersisa hanya sekoci berisi tawanan Jerman, Boelongan yang berada di bawah kendali Kapten ML Berveling putar haluan tanpa memberikan pertolongan.
Keputusan Berveling diduga terkait peta Perang Dunia II saat Jerman tergabung dalam poros kekuatan bersama Jepang dan Italia. Di sisi lain, Belanda ikut kubu Sekutu yang di antaranya digerakkan Inggris dan Amerika Serikat. Sebelumnya, Jerman memorakporandakan Rotterdam di Belanda dengan pengeboman pada Mei 1940.
Boelongan yang berperan sebagai pengiring Van Imhoff diduga kembali ke selatan menuju Padang untuk terus ke pesisir selatan mengarah ke Batavia atau Australia. Ini terbukti dari posisi kapal itu saat tenggelam.
haluan bangkai kapal terlihat pada sisi barat daya. Adapun buritannya terletak di arah timur laut yang mengindikasikan kapal itu sedang menuju selatan.
Dinding kabin anjungan tampak rebah ke atas dek di kedalaman sekitar 20 meter. Menurut Kepala Subseksi Pelayanan Teknis Loka Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir Kementerian Kelautan dan Perikanan Nia Naelul Hasanah, kesimpulan bangkai kapal itu adalah Boelongan didasarkan pada pengukuran detail.
Panjang kapal diketahui 74 meter dengan lebar bagian tengah 11 meter, lebar buritan 13 meter, lebar haluan 10 meter, dan tinggi 8 meter. Tinggi kapal terukur belum mewakili ukuran sesungguhnya karena sebagian badan kapal terbenam sedimen.
Hasil pengukuran itu serupa dengan data spesifikasi Boelongan dalam sejumlah referensi. Kapal lain yang tenggelam di alur itu dalam periode yang sama, Buijskes dan Elout, memiliki dimensi lebih besar. Selain sebagai kapal transpor, kata Nia, Boelongan juga kerap dipakai pejabat kolonial Belanda saat berkunjung ke Kesultanan Bulungan di Kalimantan Timur.
Periode kritis
Periode Desember 1941-Februari 1942 ditandai dengan serangan udara yang dilakukan Jepang secara bertubi-tubi, gempuran pesawat dengan pola bunuh diri seperti yang dilakukan Jepang terhadap Pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat Pearl Harbor, Hawaii, lazim dilakukan selama periode itu.
Hampir 71 tahun seusai Boelongan karam, warga di daerah sekitarnya cenderung tak beroleh manfaat. Padahal, dengan sejarah yang melingkupinya, kapal karam itu bisa menjadi obyek wisata dan obyek penelitian yang tak hanya bermanfaat bagi warga sekitar, tetapi juga bagi ilmu pengetahuan.